Kamis, 08 Maret 2012

Resum UUPA, no : 5 Tahun 1960


Resume Undang-undang No 5 tahun 1960
Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria
Atau dikenal sebagai UUPA

Semangat Jaman

Undang-undang tidak lahir dari suatu keadaan ruang sosial dan hukum yang kosong, melainkan sesungguhnya UU tersebut merepresentasikan semangat jaman masyarakatnya. Mood of production terrepresentasikan dalam substansi setiap UU yang dilahirkan pada jamannya.
Ada dua hal yang ditengarai menjadi pokok masalah yang mempengaruhi mood of production bangsa Indonesia pada masa awal-awal kemerdekaan. Yang pertama adalah orientasi ekonomi kolonial direpresentasikan oleh Agrarische wet 1870, UU kolonial Belanda yang merepresentasikan dorongan kuat kaum liberal (baca: kaum modal) kolonial, sehingga agrarische wet memberikan peluang bagi para penanam modal kolonial untuk menjalankan perkebunan-perkebunan di negeri koloni agar dapat memenuhi orientasi pasar bahan mentah dunia; dan yang kedua adalah feodalisme yang menyebabkan ketimpangan hubungan atas tanah.
Oleh karena itu, ketika Indonesia merdeka, suatu keinginan kuat dari founding father kita adalah untuk memutus habis, mengakhiri suatu pola ’mood of praduction’ masyarakat kolonial dan  mengakhiri feodalisme dengan mengatur hubungan baru atas tanah yang tidak feodalistik.
Suatu panitia negara bekerja, dalam kurun waktu yang sangat lama, 15 tahun untuk menyiapkan suatu UU yang mengatur secara pokok keinginan kuat founding father kita. UU ini disebut Soekarno sebagai arah mencapai kemakmuran bangsa, ’JALANNYA REVOLUSI KITA’
Dengan adanya Undang-undang Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (dikenal dengan UU Pokok Agraria), mencabut sekaligus semua UU kolonial termasuk "Agrarische Wet" (Staatsblad 1870 No. 55), sebagai yang termuat dalam pasal 51 "Wet op de Staatsinrichting van Nederlands Indie" (Staatsblad 1925 No. 447).
Konsideran UUPA menyebut secara jelas tujuan Undang-undang Pokok Agraria ialah :
a. meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional, yang akan merupakan alat untuk membawakan kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi Negara dan rakyat, terutama rakyat tani, dalam rangka masyarakat yang adil dan makmur. (red. Pernyataan mengakhiri hubungan ekonomi kolonial)
b. meletakan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum pertanahan. (red. pernyataan mengakhiri hubungan ekonomi feodal dan dualisme hukum antara hukum nasional dengan adat/yang sebagaiannya dianggap feodalistik)
c. meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya.(red. meletakkan dasar-dasar administrasi pertanahan, dalam uu ini nantinya disebut pendaftaran tanah).

Sistematika UUPA
  1. Konsideran
  2. Dasar dan Ketentuan Pokok
  3. Jenis-jenis Hak dan pendaftaran tanah
  4. Ketentuan Pidana
  5. Ketentuan Peralihan
  6. Penjelasan Umum
  7. Penjelasan Pasal Demi Pasal

Pokok-Pokok Yang Diatur Dalam UUPA
  1. Konsideran, memuat :
1.      Memuat dasar penguasaan agraria yaitu bumi, air dan ruang angkasa, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa mempunyai fungsi yang amat penting untuk membangun masyarakat yang adil dan makmur; ini adalah dasar relio magis hubungan rakyat Indonesia dengan agraria.
2.      Sekaligus pernyataan domain (kepenguasaan).
3.      Pernyataan mengakhiri sistem ekonomi kolonial dan mengakhiri dualisme hukum nasional dengan hukum adat (catatan: yang feodalistik saja).
Jaminan kepastian hukum
  1. Pokok-pokok Pasal krusial (ada dalam pasal 1-15 UUPA)
Ketentuan Pokok
1. Dasar-dasar dari hukum agraria nasional.
(1) Pertama-tama dasar kenasionalan itu diletakkan dalam pasal 1 ayat 1 , yang menyatakan, bahwa : "Seluruh wilayah In- donesia adalah kesatuan tanah-air dari seluruh rakyat Indonesia, yang bersatu sebagai bangsa Indonesia" dan pasal 1 ayat 2 yang berbunyi bahwa : "Seluruh bumi,air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya dalam wilayah Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa, adalah bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional".

Hubungan abadi antara bangsa Indonesia dengan agraria-nya : bangsa dan bumi, air serta ruang angkasa (pasal 1 ayat 3). Ini berarti bahwa selama rakyat Indonesia yang bersatu sebagai bangsa Indonesia masih ada dan selama bumi, air serta ruang angkasa Indonesia itu masih ada pula, dalam keadaan yang bagaimanapun tidak ada sesuatu kekuasaan yang akan dapat memutuskan atau meniadakan hubungan tersebut.

2. Hak Menguasai Negara
Kepada Negara, sebagai organisasi kekuasaan dari Bangsa Indonesia :
a. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaannya.
b. menentukan dan mengatur hak-hak yang dapat dipunyai atas (bagian dari) bumi, air dan ruang angkasa itu.
c. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukkum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
Segala sesuatunya dengan tujuan : untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat dalam rangka masyarakat yang adil dan makmur (pasal 2 ayat 2 dan 3).

3. Hak Ulayat masyarakat adat diakui, sepanjang masyarakat hukum adatnya masih ada dan sesuai denga kepentingan nasional. Bertalian dengan hubungan antara bangsa dan bumi serta air dan kekuasaan Negara sebagai yang disebut dalam pasal 1 dan 2 maka didalam pasal 3 diadakan ketentuan mengenai hak ulayat dari kesatuan-kesatuan masyarakat hukum, yang dimaksud akan mendudukkan hak itu pada tempat yang sewajarnya didalam alam bernegara dewasa ini. Pasal 3 itu menentukan, bahwa : "Pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masya-rakat-masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa hingga sesuai dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi".
4. Fungsi Sosial atas agraria, diletakkan dalam pasal 6, yaitu bahwa
"Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial".
Ini berarti, bahwa hak atas tanah apapun yang ada pada seseorang,
tidaklah dapat dibenarkan, bahwa tanahnya itu akan dipergunakan atau tidak dipergunakan) semata-mata untuk kepentingan pribadinya, apalagi kalau hal itu menimbulkan kerugian bagi masyarakat. Berhubung dengan fungsi sosialnya, maka adalah suatu hal yang sewajarnya bahwa tanah itu harus dipelihara baik-baik, agar bertambah kesuburannya serta dicegah kerusakannya. Kewajiban memelihara tanah ini tidak saja dibebankan kepada pemiliknya atau pemegang haknya yang bersangkutan, melainkan menjadi beban pula dari setiap orang, badan hukum atau instansi yang mempunyai suatu hubungan hukum dengan tanah itu (pasal 15). Dalam melaksanakan ketentuan ini akan diperhatikan kepentingan fihak yang ekonomis lemah.
5. Hubungan Hukum atas agraria/tanah, sesuai dengan azas kebangsaan tersebut dalam pasal 1 maka menurut pasal 9 yo pasal 21 ayat 1 hanya warganegara Indonesia saja yang dapat mempunyai hak milik atas tanah, Hak milik tidak dapat dipunyai oleh orang asing dan pemindahan hak milik kepada orang asing dilarang (pasal 26 ayat 2). Orang-orang asing dapat mempunyai tanah dengan hak pakai yang luasnya terbatas. Demikian juga pada dasarnya badan-badan hukum tidak dapat mempunyai hak milik (pasal 21 ayat 2). Adapun pertimbangan untuk (pada dasarnya) melarang badan-badan hukum mempunyai hak milik atas tanah, ialah karena badan-badan hukum tidak perlu mempunyai hak milik tetapi cukup hak-hak lainnya, asal saja ada jaminan-jaminan yang cukup bagi keperluan-keperluannya yang khusus (hak guna-usaha, hak guna bangunan,hak pakai menurut pasal 28, 35 dan 41). Dengan demikian maka dapat dicegah usaha-usaha yang bermaksud menghindari ketentuan-ketentuan mengenai batas maksimum luas tanah yang dipunyai dengan hak milik (pasal 17).
6. Keadilan Gender; keadilan terhadap penguasaan tanah, disebutkan dalam pasal 9 ayat 2, bahwa : "Tiap-tiap warganegara Indonesia baik laki-laki maupun wanita mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh sesuatu hak atas tanah serta untuk mendapat manfaat dan hasilnya, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya"
7. Keadilan agraria, penolakan atas penguasaan akumulatif atas tanah, dan dasar bagi kebijakan land reform/agrarian reform. Dalam pasal 11 ayat 1, yang bermaksud mencegah terjadinya
penguasaan atas kehidupan dan pekerjaan orang lain yang melampaui batas dalam bidang-bidang usaha agrarian hal mana bertentangan dengan azas keadilan sosial yang berperikemanusiaan. Segala usaha bersama dalam lapangan agraria harus didasarkan atas kepentingan bersama dalam rangka kepentingan nasional (pasal 12 ayat 1) dan Pemerintah berkewajiban untuk mencegah adanya organisasi dan usaha-usaha perseorangan dalam lapangan agraria yang bersifat monopoli swasta (pasal 13 ayat 2). Bukan saja usaha swasta, tetapi juga usaha-usaha Pemerintah yang bersifat monopoli harus dicegah jangan sampai merugikan rakyat banyak. Oleh karena itu usaha-usaha Pemerintah yang bersifat monopoli hanya dapat diselenggarakan dengan undang- undang (pasal 13 ayat 3). Dalam pasal 10 ayat 1 dan 2 dirumuskan suatu azas yang pada dewasa ini sedang menjadi dasar daripada perubahan- perubahan dalam struktur pertanahan hampir diseluruh dunia, yaitu dinegara-negara yang telah/sedang menyelenggarakan apa yang disebut "landreform" atau "agrarian reform" yaitu, bahwa "Tanah pertanian harus dikerjakan atau diusahakan secara aktif oleh pemiliknya sendiri".
8. Perencanaan Agraria Nasional, rencana peruntukan, penggunaan, penyediaan. Untuk cita-cita bangsa dan Negara tersebut diatas dalam bidang agraria, perlu adanya suatu rencana ("planning") mengenai peruntukan, penggunaan dan persediaan bumi, air dan ruang angkasa untuk pelbagai kepentingan hidup rakyat dan Negara: Rencana Umum ("National planning") yang meliputi seluruh wilayah Indonesia, yang kemudian diperinci menjadi rencana-rencana khusus ("regional planning") dari tiap-tiap daerah (pasal 14). Dengan adanya planning itu maka penggunaan tanah dapat dilakukan secara terpimpin dan teratur hingga dapat membawa manfaat yang sebesar-besarnya bagi Negara dan rakyat.

3. Dasar-Dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan hukum. Dasar-dasar untuk mencapai tujuan tersebut nampak jelas di-dalam ketentuan yang dimuat dalam Bab II. Pada pokoknya adalah ketentuan mengenai hubungan hak dan jenis hak-hak apa saja yang ada :
1. Mengakhiri dualisme hukum barat dan hukum adat. Sebagaimana diketahui dalam hukum barat, kedudukan masyarakat pun diatur bertingkat. Bangsa Indonesia  ini ditempatkan pada urutan terakhir setelah Eropa, timur asing, dll. Ini harus dikembalikan kepada pokoknya dalam kita adalah bangsa MERDEKA, pemilik sah negeri ini. Oleh karena itu maka disusun kesatuan hukum, sesuai dengan keinginan rakyat sebagai bangsa yang satu dan sesuai pula dengan kepentingan perekonomian.
2. Kenyataan masih adanya ketimpangan sosial golongan masyarakat, baik masyarakat kota dan rakyat perdesaan. Maka dalam UU ini diatur jaminan perlindungan terhadap kepentingan golongan yang ekonomis lemah.
3. Dengan hapusnya perbedaan antara hukum-adat dan hukum barat dalam bidang hukum agraria, maka maksud untuk mencapai, kesederhanaan hukum.
4. Jenis-jenis hak : hak milik sebagai hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah. Hak-hak atas tanah, menurut hukum adat sebagai yang disebut dalam pasal 16 ayat 1 huruf d sampai dengan g. Ditambah 2 hak baru, yaitu hak guna-usaha (guna perusahaan pertanian, perikanan dan peternakan) dan hak guna bangunan
(guna mendirikan/mempunyai bangunan diatas tanah orang lain) pasal 16 ayat 1 huruf b dan c). Hak-hak baru ini dibuat untuk menggantikan hak-hak pada jaman kolonial seperti hak erfacht. Pasal ini menjadi dasar adalah konversi hak termasuk hak erfacht.
4. Dasar-dasar untuk mengadakan kepastian hukum. Usaha yang menuju kearah kepastian hak atas tanah ternyata dari ketentuan dari pasal-pasal yang mengatur pendaftaran tanah. Pasal 23, 32 dan 38, ditujukan kepada para pemegang hak yang bersangkutan, dengan maksud agar mereka memperoleh kepastian tentang haknya itu. Sedangkanpasal 19 ditujukan kepada Pemerintah sebagai suatu instruksi, agar diseluruh wilayah Indonesia diadakan pendaftaran tanah yang bersifat "rechtskadaster", artinya yang bertujuan menjamin kepastian hukum.
5. Penjelasan Umum dan Penjelasan Pasal demi pasal.
Penjelasan umum dan pasal demi pasal dalam UUPA tak boleh dibaca terpisah dari pasal-pasal dalam UUPA. Sebab dalam penjelasan umum dan pasal-pasal inilah semangat jaman, dan pokok-pokok pikiran para founding father tercerminkan.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar