Sabtu, 24 Maret 2012

Land Registration (Cadastre): Pendaftaran Tanah (Kadaster)




Tugas-tugas Pendaftaran Tanah:
(Dilaksanakan oleh Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota)

The Land Registration Tasks:

1. Pengukuran, Pemetaan dan Penerbitan Surat Ukur (SU)
2. Penerbitan sertipikat hak atas tanah yang berasal dari:

>>a. Konversi dan Penegasan Konversi atas tanah bekas hak-hak lama dan hak milik Adat;
>>b. Surat Keputusan pemberian hak atas tanah;
>>c. Pengganti karena hilang atau rusak;

3. Pendaftaran Balik Nama karena Peralihan Hak (jual beli, hibah, waris, lelang, tukar-menukar, inbrenk, merger, dll.)
Peralihan Hak4. Pendaftaran Hak Tanggungan (dahulu: Hipotik)
PembebanHak5. Penerbitan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT)
SKPT6. Pemeliharaan data, dokumen/warkah, dan infrastruktur pendaftaran tanah.
The History of Land Administration:
At the third page before, we explain a general description concerning the land tenure system in Indonesia in the past, below its administration system was documented as conducted through four systems:

Pada halaman ketiga situs ini kami telah mengetengahkan sistem pemilikan tanah di Indonesia di masa lalu, berikut ini diuraikan mengenai empat tahapan dari sistem administrasinya:

First,
The administration system for communal land particularly in the remote areas was conducted through the (retentive) memory of the had of the village. The cadastral technology such as cadastral maps and records were not known yet.

Pertama,
Sistem administrasi untuk tanah komunal (milik bersama) khususnya di desa-desa sangat tergantung kepada ingatan kepala desa setempat. Teknik kadaster seperti peta dan dokumen belum dikenal.

Second,
For customary owned land, particularly those in the productive and urban areas, a land taxation system has already been introduced since early nineteenth century, in 1811. As part of this introduction of land taxation system, the cadastral survey for fiscal purposes was also introduced. However, this cadastral survey was not accurate for legal purposes. This inaccurate survey was applied for example in dividing land parcels without performing any necessary survey. In this case, the legal security relies more on the witness rather than on the documented cadastral records. In this phase, the administration of land record management did not provide sufficient documentation for legal security purposes.

Kedua,
Untuk tanah milik adat, khususnya di daerah perkotaan dan produktif telah mengenal sistem pajak tanah sejak awal abad ke sembilanbelas, yaitu tahun 1811.
Sebagai konsekuensi nya, maka sistem pengukuran kadaster juga telah mulai dikenal, meskipun belum cukup akurat untuk kadaster hukum. Hal ini karena umumnya pengukuran tanah untuk keperluan pajak tidak teliti sebagaimana yang dipersyaratkan untuk kepastian hak. Dalam hal ini jaminan kepastian bergantung kepada kesaksian dan bukan dokumen resmi kadaster. Dalam periode ini administrasi pertanahan belum dapat menjamin kepastian hak.

Third,
The other administration system managing the land owned by the colonial agencies was carried out by the Public Works Agency. This administration contained only the data provided by the land agency without any documentation for legal security.

Ketiga,
Sistem administrasi pertanahan kolonial yang lain adalah yang dikelola oleh Dinas Pekerjaan Umum, namun demikian hanya merupakan himpunan data fisik tanpa ada dokumentasi hak atas tanahnya.

Fourth,
The concept of legal cadastre was established since 1620. This system provides records of the administration and registration for the lands owned by the people subject to the Dutch law. The lands were completely surveyed and registered.

Keempat,
Konsep kadaster hukum mulai dikenal sejak tahun 1620.
Sistem ini mengelola dokumen administrasi dan pendaftaran atas tanah-tanah milik berdasarkan hukum Belanda. Di sini tanah-tanah telah diukur dan didaftar sebagaimana mestinya.
The Milestones of Cadastre
The history of cadastre could also recognized by four milestones:

Pre Cadastre Period (1626-1837):
The only data available on land record management was the records in the registration book without any supporting cadastral maps.

Masa Pra Kadaster (1626-1837):
Pada masa ini hanya dokumen yang tercatat dalam buku pendaftaran dan belum didukung dengan peta kadaster.

Old Cadastre Period (1837-1875):
The cadastral survey was carried out by the licensed surveyors who were not paid by the colonial authority.

Masa Kadaster Lama (1837-1875):
Pada masa ini pengukuran kadaster dilaksanakan oleh juru ukur berlisensi.

New Cadastral Period (1875-1961):
The land registration was carried out with the objective to provide legal security. An accurate cadastral survey has already been carried out by the government agency supported with the registration book. The documentation and land record have also been orderly managed.

Masa Kadaster Baru (1875-1961):
Pelaksanaan pendaftaran tanah di sini dimaksudkan untuk menjamin kepastian hak. Pengukuran kadaster yang teliti telah mulai dilaksanakan dan diikuti dengan pembukuan hak yang telah dilaksanakan dengan tertib.

Modern Cadastral Period (1961-now):
The computer technology has been adopted thereafter. Most of the cadastral activities in land surveying, mapping, and registration which are involved data collection, acquisition, processing, and management make use of the computer capabilities. This period is then acknowledged as the Land Information or Cadastral Information period.

Masa Kadaster Modern (1961-sekarang):
Masa ini ditandai dengan pemanfaatan teknologi komputer. Hampir semua kegiatan dalam pengukuran, pemetaan, dan pendaftaran tanah yang melibatkan kegiatan pengumpulan, pengolahan, dan manajemen data menggunakan teknologi komputer.
Masa ini kemudian dikenal pula sebagai Era Informasi Pertanahan atau Era Informasi Kadaster.

<main source: Soni Harsono, State Minister of Agrarian Affairs/Head of the National Land Agency, 1993>
Peraturan-peraturan yang berkaitan dengan Pendaftaran Tanah:
UU No.5/1960 tentang Pokok-pokok agraria
UU No.4/1996 tentang Hak Tanggungan
UU No.21/1997 tentang Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB)
UU No.20/2000 tentang Perubahan atas UU No.21/1997
PP No.24/1997 tentang Pendaftaran Tanah
PP No.37/1998 tentang Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
PP No.28/1977 tentang Perwakafan tanah milik
PP No.48/1994 tentang Pembayaran pajak penghasilan (PPh)atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah/atau bangunan
PP No.4/1988 tentang Rumah Susun
Peraturan MNA/KaBPN No.3/1997 tentang Ketentuan pelaksanaan PP No.24/1997
Peraturan MNA/KaBPN No.2/1998 tentang Surveyor berlisensi
Peraturan MNA/KaBPN No.5/1989 tentang Kewenangan penandatanganan Buku Tanah dan Sertipikat
Keputusan MNA/KaBPN No.9/1997 jo. No.15/1997 jo. No.1/1998 tentang Pemberian hak Milik atas tanah untuk Rumah Sangat Sederhana dan Rumah Sederhana
Keputusan MNA/KaBPN No.16/1997 tentang Perubahan hak Milik menjadi hak Guna Bangunan atau hak Pakai dan hak Guna Bangunan menjadi hak Pakai

The Land Titles: History, Types, and the Aquisition

Hak atas Tanah: Sejarah, Macam Hak, dan Cara Perolehannya

Historical backgrounds
The land ownership was proceeded by occupying an area which by the customary community usually called as the communal possesion. This kind of land, especially in rural areas outside Java were formalized by the diverse unwritten traditional land laws either based on geneological or on territorial relationships.
Along with the changes on socio-economic patterns in each community, this communal possesion was gradually charged by the customary society members through the shifting cultivation. The system of individual possesion had then involved within its communal possesion system.
This situation had occured in various kingdom and sultanates since the fifth century and developed at the arrival of the Dutch colony in the seventeenth century by their western concept of law.
During the colonial era, this individualization of land tenure stimulated the existence of dualism of land status. The one is the land under the customary land law and the other one is the land under tha western law. According to the colonial land law, the communal land and the customary possessed land were the domain's reserved land.
This law recognized also the indoividual rights such as the right of ownership which were valid only for those subject to the western laws. The land parcels having such rights existed generally in the urban areas, while in the rural areas usually it applied for the plantations. There were also some Domain Agencies land obtained through land acquisition.

Latar Belakang Historis
Pemilikan tanah diawali dengan munduduki suatu wilayah yang oleh masyarakat Adat disebut sebagai tanah komunal (milik bersama). Khususnya di wilayah pedesan di luar Jawa, tanah ini diakui oleh hukum Adat tak tertulis baik berdasarkan hubungan keturunan maupun wilayah.
Seiring dengan perubahan pola sosial ekonomi dalam setiap masyarakat, tanah milik bersama masyarakat Adat ini secara bertahap dikuasai oleh anggota masyarakat melalui penggarapan yang bergiliran.
Sistem pemilikan individual kemudian mulai dikenal di dalam sistem pemilikan komunal.
Situasi ini terus berlangsung di dalam wilayah kerajaan dan kesultanan sejak abad ke lima dan berkembang seiring kedatangan kolonial Belanda pada abad ke tujuhbelas yang membawa konsep hukum pertanahan mereka.
Selama masa penjajahan Belanda, pemilikan tanah secara perorangan menyebabkan dualisme hukum pertanahan, yaitu tanah-tanah di bawah hukum Adat dan tanah-tanah yang tunduk kepada hukum Belanda. Menurut hukum pertanahan kolonial, tanah bersama milik Adat dan tanah milik Adat perorangan adalah tanah di bawah penguasaan negara.
Hak individual atas tanah, seperti hak milik atas tanah, diakui terbatas kepada yang tunduk kepada hukum barat. Hak milik ini umumnya diberikan atas tanah-tanah di perkotaan dan tanah perkebunan di pedesaan. Dikenal pula beberapa tanah instansi pemerintah yang diperoleh melalui penguasaan.
The Land Titles Today:
Hak Hak Atas Tanah Sekarang:

Berbeda dangan politik domein-verklaaring di masa penjajahan Belanda, dewasa ini tanah yang belum atau tidak melekat atau terdaftar dengan sesuatu hak atas tanah di atasnya, maka tanah tersebut adalah Tanah Negara. Di pulau Jawa, hal ini ditandai dengan tidak terdaftarnya tanah tersebut sebagai tanah obyek pajak di Buku C Desa, atau tercatat dalam buku Desa sebagai Tanah Negara atau GG (Government Grond).

Unlike the domein-verklaaring politics in the Dutch colony era, today any land which has no title on it is considered as State Land. In Java island, this is easy to identify when the land is not registered as a land tax object in a village C Book, or when it is stated as the State Land.

Jenis hak-hak atas tanah dewasa ini, adalah:

1. Hak Milik
2. Hak Guna Bangunan
3. Hak Guna Usaha
4. Hak Pakai
5. Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun
6.
Hak Pengelolaan
7. Hak Tanggungan di atas sesuatu hak atas tanah

How to Obtain a land Title?
Bagaimana Cara Memperoleh Hak Atas Tanah?

Memperoleh sesuatu hak atas tanah serta mendapatkan sertipikat hak atas tanah sebagai tanda bukti kepemilikan dapat ditempuh melalui dua cara, yaitu:

1. Konversi bekas Hak Lama dan tanah bekas Hak Milik Adat.
2. Permohonan hak atas Tanah Negara.

Catatan: Silahkan klik langsung halaman yang membahas ini secara khusus :> Konversi dan SK Pemberian Hak di bawah ini:

Konversi dan SK Pemberian Hak
Peraturan-peraturan yang berkaitan dengan Hak atas Tanah:
UU No.5/1960 tentang Pokok-pokok Agaria
UU No.3/Prp/1960 tentang Penguasaan Benda-benda tetap milik perseorangan Warga Negara Belanda (P3MB)
UU No.51/1960 tantang Larangan pemakaian tanah tanpa ijin yang berhak atau kuasanya
PP No.40/1996 tentang HGU, HGB dan HP atas tanah
PP No.39/1973 tentang Acara penetapan ganti rugi oleh Pengadilan Tinggi sehubungan dengan pencabutan hak-hak atas tanah dan benda-benda yang ada di atasnya
Peraturan Presidium Kabinet No.5/Prk/1965 tentang Penegasan status rumah/tanah kepunyaan badan-badan hukum yang ditinggalkan direksi/pengurusnya (Prk.5)
Keppres No.55/1993 tentang Pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum
Keppres No.32/1979 tentang Pokok kebijaksanaan dalam rangka pemberian hak baru atas tanah asal konversi hak-hak Barat
Inpres No.9/1973 tentang Pelaksanaan pencabutan hak-hak atas tanah dan benda-benda yang ada di atasnya
Peraturan MNA/KaBPN No.1/1994 tentang Ketentuan pelaksanaan Keppres No.55/1993
Peraturan MNA/KaBPN No.3/1999 tentang Pelimpahan kewenangan pemberian dan pembatalan keputusan pemberian hak atas tanah Negara
Peraturan MNA/KaBPN No.9/1999 tentang Tatacara pemberian dan pembatalan hak atas tanah Negara dan hak Pengelolaan


Pendaftaran Konversi Bekas Hak Lama dan Hak Milik Adat dan Pendaftaran Surat Keputusan Pemberian Hak atas Tanah:
Konversi Bekas Hak Lama dan Hak Milik Adat
>>> Pembuktian bekas Hak Lama dan Hak Milik Adat dilakukan melalui alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut berupa bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan atau pernyataan yang bersangkutan yang kadar kebenarannya dianggap cukup oleh pejabat yang berwenang.

>>> Dalam hal tidak atau tidak lagi tersedia secara lengkap alat-alat pembuktian tersebut di atas, pembukuan hak dapat dilakukan berdasarkan kenyataan penguasaan fisik selama 20 (duapuluh) tahun atau lebih secara berturut-turut dengan syarat:
* penguasaan tersebut dilakukan dengan itikad baik dan secara terbuka serta diperkuat oleh kesaksian yang dapat dipercaya;
* penguasaan tersebut tidak dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat atau desa/kelurahan yang bersangkutan atau pihak lain.

>>> Dalam rangka menilai kebenaran alat bukti tersebut dilakukan pengumpulan dan penelitian data fisik dan data yuridis atas tanah yang bersangkutan.

>>> Data fisik dan data yuridis tersebut kemudian diumumkan di kantor Desa/Kelurahan, kantor Kecamatan, Kantor Ajudikasi, Kantor Pertanahan, dan tempat-tempat lain yang dianggap perlu selama 60 (enampuluh) hari untuk permohonan rutin (sporadik) dan 30 (tigapuluh) hari untuk pendaftaran melalui proyek Ajudikasi (sistematik).

>>> Apabila melewati waktu pengumuman tidak terdapat keberatan atau gugatan dari pihak manapun, maka pembukuan hak dapat dilakukan dan sertipikat hak atas tanah dapat diterbitkan.

>>> Dokumen yang diperlukan untuk pendaftaran Konversi:
@ surat permohonan konversi
@ mengisi DI.201 dan formulir-formulir kelengkapannya
@ identitas pemohon
@ asli bukti pemilikan (salah satu dari yang ada berikut ini):
* grosse akta hak eigendom, atau
* surat tanda bukti hak milik berdasarkan Peraturan Swapraja, atau
* sertipikat hak milik menurut PMA No.9/1959, atau
* surat keputusan pemberian hak milik, atau
* petuk pajak bumi/landrente, girik, pipil, kekitir dan verponding Indonesia, atau
* akta pemindahan hak yang dibuat di bawah tangan yang dibubuhi tanda tangan kesaksian oleh kepala Adat/Desa/Kelurahan sebelum berlakunya PP No.24/1997, atau
* akta pemindahan hak yang dibuat PPAT, atau
* lain-lain alat pembuktian yang berlaku menurut ketentuan perundangan.

Pendaftaran Surat Keputusan Pemberian Hak atas Tanah:
>>> Permohonan hak atas tanah dilakukan terhadap:

* Tanah Negara bebas: belum pernah melekat sesuatu hak
* Tanah Negara asalnya masih melekat sesuatu hak dan jangka waktunya belum berakhir, tetapi dimintakan perpanjangannya
* Tanah Negara asalnya pernah melekat sesuatu hak dan jangka waktunya telah berakhir untuk dimintakan pembaharuannya, di sini termasuk tanah-tanah bekas hak Barat maupun tanah-tanah yang telah terdaftar menurut UUPA.

>>> Sebelum mengajukan permohonan hak, pemohon harus menguasai tanah yang dimohon dibuktikan dengan data yuridis dan data fisik yang dimiliki. Data yuridis adalah bukti-bukti atau dokumen penguasaan tanah, sedangkan data teknis adalah Surat Ukur dan SKPT atas tanah dimaksud;

>>> Permohonan hak yang diterima oleh Kantor Pertanahan diproses antara lain dengan penelitian ke lapangan oleh Panitia Pemeriksa Tanah (Panitia A atau B), kemudian apabila telah memenuhi syarat maka sesuai kewenangannya dan diterbitkan Surat Keputusan Pemberian Hak atas Tanah.

>>> Pemohon mendaftarkan haknya untuk memperoleh sertipikat hak atas tanah setelah membayar uang pemasukan ke Kas Negara dan atau BPHTB jika dinyatakan dalam surat keputusan tersebut. Dokumen yang diperlukan untuk pendaftaran SK pemberian hak untuk memperoleh sertipikat tanda bukti hak adalah:
* surat permohonan pendaftaran
* surat pengantar SK Pemberian Hak
* SK Pemberian Hak untuk keperluan pendaftaran
* bukti pelunasan uang pemasukan atau BPHTB apabila dipersyaratkan
* identitas pemohon


@ Hak Milik dapat diberikan kepada:
Warga Negara Indonesia,
Badan-badan hukum yang ditetapkan oleh pemerintah, misalnya:
Bank Pemerintah,
Badan keagamaan dan badan sosial yang ditunjuk Pemerintah,
>>> Hak Milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat fungsi sosial atas tanah.
Jangka waktu berlakunya Hak Milik: untuk waktu yang tidak ditentukan;
Namun demikian, Hak Milik hapus apabila:
* karena pencabutan hak
* karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya
* karena diterlantarkan
* beralih kepada orang asing
* tanahnya musnah

@ Hak Guna Usaha dapat diberikan kepada:
Warga Negara Indonesia,
Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia;
>>> HGU adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan.
Jangka waktu berlakunya HGU: 30 tahun dan dapat diperpanjang paling lama 25 tahun, dan apabila waktu tersebut telah berakhir maka HGU dapat diperbaharui;

@ Hak Guna Banguan dapat diberikan kepada:
Warga negara Indonesia,
Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia;
>>> HGB adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri.
Jangka waktu berlakunya HGB: 30 tahun dan dapat diperpanjang paling lama 20 tahun, setelah waktu tersebut berakhir maka HGB tersebut dapat diperbaharui;

@ Hak Pakai dapat diberikan kepada:
Warga Negara Indonesia,
Orang asing yang berkedudukan di Indonesia,
Instansi Pemerintah,
Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia,
Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.
>>> Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan.
Jangka waktu berlakunya Hak Pakai: 25 tahun dan dapat diperpanjang paling lama 20 tahun, atau untuk jangka waktu yang tidak ditentukan selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu.

@ Hak Pengelolaan dapat diberikan kepada:
Instansi Pemerintah termasuk Pemerintah Daerah,
Badan usaha milik Negara,
Badan usaha milik Daerah,
PT Persero,
Badan otorita,
Badan hukum Pemerintah lainnya yang ditunjuk Pemerintah,
>>> Jangka waktu berlakunya Hak Pengelolaan: tidak ditentukan selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu.

@ Hak Milik atas Satuan Rumah Susun:

Hak milik atas satuan rusun diberikan atas pemilikan rusun. Rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan, yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian atau bukan hunian, yang dilengkapi dengan bagian bersama dan tanah bersama.

Legal Cadastral Surveying:
Pengukuran Kadastral dan Penerbitan Surat Ukur:

Pengukuran Kadastral: Untuk Kepastian Hak atas Tanah
>>> Untuk menjamin kepastian hukum atas tanah, maka diselenggarakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah RI. Pendaftaran dimaksud meliputi:
- pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah,
- pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihannya,
- pemberian surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat (pasal 19 UUPA: UU No.5 Tahun 1960);

>>> Pelaksanaan pendaftaran tanah meliputi kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali dan pemeliharaan data pendaftaran tanah (pasal 11 PP. No.24 Tahun 1997);

>>> Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali meliputi: pengumpulan dan pengolahan data fisik; pembuktian hak dan pembukuannya, penerbitan sertipikat, penyajian data fisik dan data yuridis, penyimpanan daftar umum dan dokumen;

>>> Kegiatan pengumpulan dan pengolahan data fisik meliputi kegiatan pengukuran dan pemetaan, yang menyangkut: pembuatan peta dasa pendaftaran, penetapan batas bidang-bidang tanah, pengukuran dan pemetaan bidang-bidang tanah dan pembuatan peta pendaftaran, pembuatan daftar tanah, serta pembuatan Surat Ukur;

>>> Pengukuran dan pemetaan dimaksud dilaksanakan bidang demi bidang dengan satuan wilayah desa/kelurahan. Sebelum dilaksanakan pengukuran, batas-batas tanah harus dipasang tanda batas dan ditetapkan batas-batasnya melalui asas kontradiksi delimitasi (dihadiri dan disetujui oleh pemilik tanah yang letaknya berbatasan langsung) dengan bidang tanah dimaksud.
Clear Glass Bouncing Feet Penerbitan Surat Ukur:
tanah1.jpg>>> Setiap bidang tanah yang diukur harus dibuatkan Gambar Ukurnya. Gambar Ukur ini berisi antara lain: gambar batas tanah, bangunan, dan obyek lain hasil pengukuran lapangan berikut angka-angka ukurnya. Selain itu dituangkan pula informasi mengenai letak tanah serta tanda tangan persetujuan pemilik tanah yang letaknya berbatasan langsung.

>>> Persetujuan batas tanah oleh pemilik tanah yang berbatasan langsung memang diperlukan untuk memenuhi asas kontradiksi delimitasi serta untuk menghindari persengketaan di kemudian hari. Gambar ukur ini harus dapat digunakan untuk rekonstruksi atau pengembalian batas apabila diperlukan di kemudian hari.

>>> Bidang-bidang tanah yang sudah diukur serta dipetakan dalam Peta Pendaftaran, dibuatkan Surat Ukur untuk keperluan pendaftaran haknya, baik melalui konversi atau penegasan konversi bekas hak milik Adat maupun melalui permohonan hak atas tanah Negara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar