Selasa, 21 Februari 2012

sedikit info tentang yakso kusumo



Yakso kusumo atau Jaranan buto berarti “kuda lumping raksasa”. Keberadaan kesenian Jaranan Buto di daerah Banyuwangi, tidak terlepas dengan cerita rakyat yang melegenda yaitu Menak Jinggo. Menak Jinggo seorang raja kerajaan Blambangan, Raja Menak Jinggo berperawakan besar kekar bagaikan raksasa atau ”buto”.
Sesuai dengan namanya jaranan buto, para pemain kesenian ini berperawakan tinggi besar dan kekar, dengan memakai kostum mirip buto. Gerakan-gerakan tarinya juga mengekspresikan seperti “raksasa”
Kesenian jaranan buto berasal dari desa Cemetuk Kecamatan Cluring, Kabupaten Banyuwangi. Istilah jaranan buto mengadopsi nama tokoh legendaris Minakjinggo (terdapat anggapan bahwa Minakjinggo itu bukan berkepala manusia, melainkan berkepala raksasa). Instrumen musik jaranan buta terdiri atas seperangkat gamelan yang terdiri dari 2 bonang (musik perkusi), 2 gong (besar dan kecil) atau kencur, sompret (seruling), kecer (instrumen musik berbentuk seperti penutup gelas yang terbuat dari lempengan tembaga), dan 2 kendang. Sebagai isntrumen peraganya/utamanya adalah replika (penampang samping) kuda raksasa yang terbuat dari anyaman bambu. Wajah raksasa didominasi warna merah menyala, dengan kedua matanya yang besar  melotot. Dalam pementasannya masih dilengkapi dengan tiga jenis topeng buto (raksasa), celengan (babi hutan) dan kucingan (kucing) yang kesemuanya terbuat dari kulit sapi.

Yakso Kusumo curahnongko, mengkolaborasikan gamelan fersi banyuwangi dan alat musik pelok atau slendro ( asal Jawa tengah ), sehingga yakso kusumo memiliki warna corak musik yang sedikit berbeda dengan jaranan buto yang lain, kostum  pemain ( yogo ) kami kombinasikan bercorak loreng Madura dan bali,  sedangkan untuk pemain inti atau sering disebut dengan anak wayang kita kolaborasikan tarian asal banyuwangi dan tarian Bali, namun tetap mengikuti  pakem jaranan yang ada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar