Minggu, 19 Februari 2012

leyeh - leyeh disik kang.



MELEPAS PENAT SAMBIL BERKONSOLIDASI

Wilayah jawa timur, mulai dari ponorogo, tulung agung, jember, sampai banyuwangi, memiliki banyak kemiripan dalam hal berkesenian, salah satunya adalah kesenian jaranan, ada jaranan dhok, Buto, turonggo dan lain – lain.
Kesenian jaranan merupakan sebuah kesenian yang memiliki asal sejarah yang cukup panjang, pada saat zaman Kanjeng sunan Kali jaga menyebarkan agama islam beliau menggunakan sarana jaranan, nilai yang bisa diambil adalah dari  kata jaranan berasal dari kata ajaran, barang siapa yang ingin masuk sorga maka ikutilah ajaran yang baik ( ajaran islam ), namun sebaliknya jika keluar dari ajaran yang baik maka setelah mati wajahnya akan menjadi barongan, dan topeng buto.
Kita semua patut berbangga, karena di era modernisasi, dan modem ini masyarakat Indonesia khususnya masyarakat Jawa Timur masih melestarikan kesenian yang sudah berumur ratusan tahun ini.
Pada zaman Pemberontakan PKI ( Partai Komunis Indonesia ), jaranan dilarang tampil karena dianggap seniman jaranan adalah bagian dari LEKRA ( Lembaga Kesenian Rakyat ), yang merupakan bagian dari partai tersebut,  sementara PKI dianggap musuh dan pengkhianat negeri.
Namun saat ini kesenian jaranan boleh ditampilkan kembali, seiring dengan perkembangan zaman jaranan sangat  mendapat apresiasi yang cukup baik dari dinas Pariwisata Republik Indonesia.
Yakso Kusumo merupakan seni Jaranan aliran Banyuwangi, yang lahir pada tanggal 24 Pebruari 2010, di Desa Curahnongko, atas prakarsa dari SIPER, dibentuk dengan tujuan sebagai sarana menghibur setelah seharian bepanas panasan disawah, dan sebagai sarana tukar menukar informasi antar petani.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar