Jumat, 10 Februari 2012

kedatangan p.joyo ke curahnongko, 26 April 2006




PERSOALAN KASUS TANAH DI JEMBER
DAN PERKEMBANGANNYA
                                   ___________________________________________

Oleh : Muhammad Jumain
Aktifis petani SEKTI Jember
Untuk menyambut kedatangan Ka. BPN RI ke Curahnongko


01.  Sejarah terjadinya sengketa tanah
Persoalan sengketa pertanahan di Indonesia terjadi sejak jaman penjajahan kolonial Belanda,
 warisan persoalan tersebut sampai Indonesia merdekapun masih terbawa-bawa, hal ini      
disebabkan sistem yang dibuat oleh penjajah Belanda selama tiga abad lebih dengan sandaran  terhadap kesuburan tanah yang dimiliki oleh bumi pertiwi ini dan murahnya tenaga kerja yang
penduduk seperti      kita miliki ( petani ).yang sangat melimpah murah. Hal ini terjadi  terutama              didaerah padat  di pulau Jawa . Akibatnya meskipun dinyatakan sebagai negara berdaulat tahun 1945 perimbangan jumlah penduduk Indonesia  dengan luasnya garapan sudah tergolong sangat sempit. Di Jember misalnya tanah-tanah banyak yang dikuasai Namluj Venautcaf. Landbow Mascapaj taud  Exploitatie Majang Landen sedangkan tenaga kerja banyak tersedia dari beberapa warga Madura dan daerah barat seperti Blitar, Kediri, dan Ponorogo yang melakukan eksodus ke Jember mencari rumput Hijau.Diantara mereka banyak yang membuka hutan  sendiri bahkan setelah pemerintahan Jepang berkuasa.
      Pada tahun 1965 sampai tahun 1970an terjadi perubahan pergeseran politik yang sangat dominan menguasai negeri ini, Rezim diktator kapitalis militeristik merampas tanah petani dengan alasan tanah negara dan pembangunan sebagai legalitas untuk mengesahkannya serta label PKI untuk petani yang membangkangnya. Ada rasa kekhawatiran pemerintah jika ekonomi  petani pedesaan bergerak lebih akan tearjadi pertentangan dengan pihak  kelas atas yang menguasai tanah relatif cukup luas, akan menggangu stabilitas negara yang dianggap akan menghambat pembangunanismenya. Sebagai contoh yang terjadi di Curahnongko, perampasan tanah petani dilakukan oleh pihak perkebunan yang dibantu oleh aparat TNI dengan stikma PKI bagi yang menggarap lahan tersebut.
      Tahun 1998 era refomasi digulirkan, terjadilah perubahan politik yang sampai saat ini masih belum ketemu pakemnya. Dari carut marutnya terjemah dan tafsir tiap-tiap individu dan golongan,
Ada peluang bagi petani tuna lahan untuk merebut kembali tanah yang dirampas oleh rezim orde baru selama berkuasa. Dari lahan hasil  reklaiming tersebut petani dapat merasakan hasilnya, bahkan dari catatan monografi desa Curahnongko Tempurejo, desa Cangkring Jenggawah  dan desa Sukorejo Sumbersari di Kabupaten  Jember yang bpetaninya sudah mereklaiming tanahnya mengalami peningkatan pendapatan dari sektor ekonomi pertaniannya. Hal tersebut dapat diartikan bahwa ketahanan pangan bagi desa tersebut sangat membantu ketahanan pangan nasional.
     
02.  Basis sengketa     
      Penggusuran dan perampasan tanah petani yang dilakukan oleh orde baru dapat dipastikan memunculkan terjadinya sengketa tanah, hal ini menyebabkan dan sekaligus menempatkan posisi petani untuk berhadapan  dengan pemerintah. Penggusuran tanah yang terjadi antara lain :
·         Penggusuran tanah petani untuk kepentingan instansi militer, ini terjadi di desa Sukorejo kecamatan Sumbersari
·         Penggusuran tanah petani untuk kepentingan perluasan areal perkebunan, ini terjadi dibeberapa desa seperti  Curahnongko , Curahtakir, Jenggawah dan Mangaran.
·         Penggusuran tanah  petani untuk kepentingan perhutani  terjadi di desa Mandiku dan Karangbaru.


03.  Perlawanan petani
                  Proses penggusuran oleh pemerintah tidak berjalan sesuai rencana yang diharapkan,  banyak sekali perlawanan yang dilakukan oleh petani baik yang secara terang-terangan maupun secara sembunyi- sembunyi. Hal ini terjadi karena mereka merasa dideskriditkan. Pada tahun 1998 banyak petani yang mengorganisir dirinya membentuk sebuah wadah dan membentuk sebuah kekuataan tandingan non pemerintah untuk mendapatkan haknya kembali. Ada beberapa bentuk perlawanan yang dilakukan oleh petani seperti :
·         Aksi demonstrasi, perlawanan ini dilakukan untuk mendapat perhatian dari instansi terkait seperti DPRD Jember, PEMKAB Jember, bahkan ada yang mendatangi kantor yang dianggap musuhnya seperti PDP Ketajek, markas tentara Sukorejo.
·         Aksi reklaiming, bentuk perlawanan ini sangat efektif sekali dan membawa dampak yang positif di sektor ekonomi kerakyatan karena kondisi petani Jember hampir keseluruhan berada dibawah garis kemiskinan. Dari beberapa kasus seperti Curahnongko, Jenggawah dan Sukorejo aksi reklaiming ini membawa dampak keberhasilan yang nyata.
·         Perlawanan ke pengadilan, institusi pengadilan  membuat para petani semakin terpuruk, ini terjadi karena tanah mereka hanya kembali dalam bentuk angan-angan belaka karena pengadilan  akan cenderung membenarkan yang punya uang. Contoh kondisi ini dialami oleh rakyat Ketajek.

04.  Tingkat Keberhasilan
Keberhasilan  petani Jember dalam memperoleh haknya merupakan barometer nasional, hal ini terbukti dalam kasus Jenggawah yang sudah mendapat legalitas dari pemerintah berupa sertifikat tanah yang tidak diimbangi oleh kebijaksannan pemerintah yang melakukan penyertifikatan terhadap semua tanah-tanah petani Jember.  Kasus tanah Mandiku yang selama berpuluh-puluh tahun sudah menjadi pemukiman warga masih belum bisa keluar sertifikatnya, kasus tanah Karangbaru dari segi fisik tanah tersebut sudah dikuasai namun dari segi administratif mereka agak terlambat karena minimnya pengetahuan yang mereka miliki. Dari beberapa tingkat keberhasilan yang sangat berfariatif tersebut tindakan yang harus dilakukan pemerintah adalah pendekatan yang komperhensif  sebab hubungan penguasaan tanah bukan saja menyangkut hubungan manusia dengan tanahnya melainkan juga menyangkut hubungan manusia dengan manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar